Beranda | Artikel
AMAR MARUF NAHI MUNGKAR; METODE MENGHADAPI KEMUNGKARAN (Fatwa Kibar Ulama)
Senin, 29 Oktober 2018

MUKADIMAH

Menjadi keharusan bagi seorang muslim merasa sumpek dan tertekan bila
mendapatkan berbagai kasus pelecehan dan pelanggaran syariat secara vulgar dan sewenang-wenang. Seolah-olah tidak merasa risi terhadap manusia di sekelilingnya. Tidak merasa takut kepada Allah Ta’ala yang selalu mengawasinya dari atas langit yang tujuh.
Sebenarnya bisa saja dianggap wajar, apabila pelakunya ber-KTP kafir. Ironisnya, mereka adalah yang bersyahadat Lailaha illalah Muhammad Rasulullah. Bukannya menjadi pion amar ma’ruf nahi munkar malahan justru manjadi pendukung utama kemaksiatan. Sedemikian refresif menjadi penentang pihak yang mencoba menegur dan menasehatinya. Fenomena yang menyesakkan dada memang. Namun begitu, tidak berarti amar ma’ruf nahi munkar telah mandul atau tak bisa diaktualisasikan lagi.
Dalam tulisan berikut akan dijelaskan paradigma amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan dasar analisa matang para ulama yang kredibel. Telah terbukti secara empiris sebagai solusi membentuk generasi rabbani yang ideal.
Tulisan ini diterjemahkan dan disusun ulang dari beberapa materi yang termaktub dalam kitab yang berjudul Fatawa Lil-Amiriina Bil-Ma’ruf Wan-Nahiina ‘Anil-Munkar  yang dikumpulkan oleh Dakhilullah bin BakhitAl-Muththarif.
Semoga bermanfaat. Amin.

DEFINISI KEMUNGKARAN

Kemungkaran yang mesti diperbaiki dan diubah yaitu setiap perilaku atau ucapan yang dilarang Allah Ta’ala (maksiat dalam arti luas). Dan kemungkaran yang paling besar yaitu syirik (menyekutukan Allah Ta’ala)
Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar. (Q.S. Luqman: 13)
Peringkat berikutnya yaitu zina, liwath (homoseks dan lesbian), mabuk-mabukan, riba, perempuan tidak berhijab, meninggalkan shalat dan bermalas-malasan menunaikannya, mendengarkan lagu, menonton film porno dan gambar-gambar yang menimbulkan fitnah dan sebagainya yang menggejala di negara-negara kaum muslimin. Karena itu mesti segera aktif untuk memberantasnya. *) *)[Fatwa Syaikh Shalih Fauzan bin Fauzan. Lihat Al-Muntaqa min fatawa al-Fauzan I/342]

KEDUDUKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR

Sebagian ahli ilmu mengatakan, bahwa amar ma’ruf nahi mungkar termasuk rukun Islam. Namun hal ini tidak ada dasar hukumnya. Yang benar ia adalah merupakan kewajiban agung. Sedangkan rukun Islam adalah sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah n ada lima. Beliau bersabda,

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وحَجِّ الْبَيْتِ

Islam dibangun di atas lima pondasi yaitu: syahadat bahwa tiada Ilah yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah. (Muttafaq alaih).  
Demikian dijelaskan Nabi ﷺ tentang rukun Islam. Oleh karena itu tidak boleh menambahkan kecuali berlandaskan dalil yang shahih. Memang amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu tiang dan kewajiban yang ada pada Islam. Namun tidak lantas dihukumi sebagai rukun ke enam karena tidak ada dalilnya. Sebagaimana  jihad fi sabilillah termasuk salah satu penguatnya. Namun hal ini tidak menjadikannya sebagai rukun Islam. Mengingat tidak ada dasar hukumnya. Padahal kita mengetahui, bahwa kita harus komitmen dengan semua yang diwajibkan Allah Ta’ala dan mesti pula meninggalkan yang diharamkan-Nya. *) *)[Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz III/1082]
 
URGENSI TAGHYIRUL MUNGKAR
Dalam Islam mengubah kemungkaran (taghyirul-mungkar) merupakan kewajiban penting.  Bahkan dalam agama-agama samawi lainya. Allah Ta’ ala mencela dan melaknat kaum Yahudi dan Nasrani dikala mereka meninggalkan kewajiban ini.
Allah Ta’ala berfirman,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ  . كَانُوا لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Sesungguhnya yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka lakukan itu (al-Maidah : 78, 79)
Firman-Nya pula,

لَوْلاَ يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَاْلأَحْبَارُ عَن قَوْلِهِمُ اْلإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَاكَانُوا يَصْنَعُونَ

Mengapa orang-orang alim mereka dan pendeta-pendetanya tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka perbuat itu. (Al-Maidah : 63)
Dalam ayat lain Allah berfirman,

فَلَوْلاَ كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُوْلُوا بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَآأُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat sebelum kamu, orang yang mempunyai keutamaan yang melarang dari mengerjakan kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah Kami selamatkan diantara mereka. Dan orang-orang yang dzalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka. Meraka adalah orang-orang yang berdosa (Hud : 116)
Dan berfirman kepada umat ini,

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada  yang ma’ruf dan mencegah  yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104).
Nabi ﷺ bersabda, (yang artinya):
Barangsiapa diantara kalian ada  yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Seandainya begitu tidak mampu,  maka ubahlah dengan lisannya. Dan qpabila tidak mampu juga,  maka ingkarilah dengan hatinya. Dan ini adalah selemah-lemahnya keimanan  (HR Muslim)
Jadi amar ma’ruf nahi mungkar (termasuk mengubah kemungkaran sesuai dengan kemampuan yang ada) merupakan kewajiban. Dan orang-orang yang lalai (muqashshir) dalam urusan ini berarti telah ‘mengorbankan’ diri beserta komunitasnya ke dalam siksaan dan kehancuran. Karena alasan inilan Allah Ta’ala menghancurkan umat-umat terdahulu. Firman-Nya, “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik “(Al-A’raaf : 165)

POSISI ORANG AWAM

Setiap orang yang memiliki kemampuan wajib untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dengan dua syarat. Pertama.  Mengetahui secara pasti bahwa perkara yang dimaksud merupakan kemungkaran. Karena sebagian orang menduga dan menuduh yang (secara syari) bukan mungkar, akan tetapi  dianggap sebagai kemungkaran. Untuk itu dia harus memiliki dan memahami ilmu dalam masalah ini. Adapun bila hanya mengandalkan instingnya, bahwa ia  membenci terhadap suatu perkara, lalu serta merta memvonis sebagai kemungkaran, maka jelas hal ini tidak diperbolehkan. Mengingat insting bukanlah tolok ukur yang syar’i dan bukan pula dalil yang syar’i. Kedua. Harus mengetahui bahwa yang dituduh melakukan kemungkaran benar-benar terjerumus ke dalam kemungkaran tersebut. Karena bisa saja si pelaku tersebut memang melakukan tindak kemungkaran, tetapi tidak dikategorikan mungkar secara syar’i.
Suatu ketika seseorang masuk ke masjid dan Rasulullah ﷺ sedang berkhutbah Jumat. Melihat hal ini Rasulullah ﷺ tidak tantas mengingkarinya. Namun beliau bertanya,‘Sudahkoh Anda shalat?” Jawabnya, “Belum”. Kata beliau lagi, “Berdiri dan shalatlah dua rakaat” (Mutafaq ‘alaih).
Seandainya kita melihat seorang lelaki di pasar sedang memegang tangan seorang perempuan, maka kita tidak boleh langsung mengingkarinya. Karena itu merupakan vonis bersalah baginya (baca: tuduhan). Namun sebaiknya ditanya terlebih dahulu, karena (mungkin) perempuan tersebut adalah mahramnya (isteri, saudaranya, atau yang semisalnya).
Jadi seorang penegak ingkar mungkar harus memenuhi dua kriteria tersebut, yaitu mengetahui dengan pasti, bahwa kasusnya benar-benar kemungkaran secara syar’i, dan mengetahui bahwa seseorang yang dituduh, benar-benar melakukan tindak kemungkaran.
Oleh karena itu, apabila seseorang tidak memiliki dua perangkat ini, maka tidak usah berbicara  (diam). *) *)[Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin]
HUKUM MENINGGALKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR, PADAHAL BERKEMAMPUAN UNTUK ITU
Bila hal ini terjadi, maka hukumnya, berarti dia telah bermaksiat (berdosa) kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, lemah iman dan mengidap bahaya besar ‘penyakit’ hati
Sebagaimana dikatakan Allah Ta’ala dalam firman-Nya.

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ  . كَانُوا لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Sesungguhnya yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampui batas.Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka lakukan itu. (Al-Maidah: 78,79)
Sabda Rasulullah ﷺ, (yang artinya)
Barangsiapa diantara kalian ada yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Seandainya begitu tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu juga, maka ingkarilah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah keimanan…… (HR Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah ﷺ, (yang artinya)
Sesungguhnya manusia apabila mereka melihat kemungkaran lalu tidak merubahnya, maka aku takut bahwa Allah memukul rata mereka dengan siksaan-Nya. (HR Imam Ahmad dari Abu Bakr Ash-Shidiq melalui sanad yang sahih) 
Ada banyak hadits lainnya yang semakna dengan ini. Kita berharap semoga Allah memberikan keberhasilan kepada kaum muslimin dalam menunaikan kewajiban ini sesuai dengan yang diridhai-Nya. *) *)[Majmu’ fatawa Ibnu Baaz 3/1076]

PETUGAS AMAR MA’RUF NAHI  MUNGKAR DAN WEWENANGNYA

Ingkar mungkar dengan hati adalah kewajiban setiap muslim. Barangsiapa yang tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya, bukanlah seorang muslim. Berdasarkan sabda Rasulullah n, “Barangsiapa diantara kalian ada yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Seandainya begitu tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu juga, maka ingkarilah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah keimanan ……”(HR Muslim)
Adapun pengingkaran (termasuk perbaikan)  kemungkaran dengan tangan dan lisan hanyalah tanggung jawab mereka yang memiliki kemampuan (baca: kekuatan). Yaitu pemerintah, ulama, dan kaum muslimin lainnya. Hal ini apabila tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.
Tanggung jawab ini boleh dilimpahkan kepada pihak yang berkompeten. Misal, dibentuknya suatu institusi khusus yang beranggotakan ahli ilmu dan agama serta person tertentu,  yang memiliki kekuatan dan semangat serta diberi wewenang penuh untuk menangani masalah ini. Sebagaimana di negara Saudi Arabia, yaitu badan pelaksana amar ma’ruf nahi mungkar (kita berharap semoga Allah membantunya. Semoga negara membantunya. Dan ini merupakan nilai lebih negara kita). Point ini sebenarnya sebagai sebab penting agar memperoleh pertolongan, keamanan. stabilitas dan kesejahteraan di dunia ini.
Berfirman Allah Ta’ala,

وَلَيَنصُرَنَّ اللهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ . الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong )agama(-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang berbuat yang mungkar. Dan kepada Allahlah kembali segala urusan. (Al-Hajj : 40,41).
Bahkan, dalam ayat lainnya Allah mengaitkan keberuntungan dengan amar ma’ruf nahi mungkar, sebagaimana firman-Nya, “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran : 104)
Jelaslah, apabila telah dibentuk petugas khusus dengan baik, maka telah tercapai maksud yang dituju. *) *)[Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan 1/343]

MANHAJ AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR

Amar ma’ruf nahi mungkar di negara Islam sudah ditentukan metodenya -alhamdulillah-, yaitu dengan saling menasehati dan saling mengingatkan kepada sesama secara baik. Dan jika dianggap perlu untuk mengadukan pelaku kemungkaran kepada pihak yang berwenang agar menciduk (menindak) oknum-oknum yang berbuat kemaksiatan, maka hal itu diperbolehkan.
Sebaliknya jika dirasa tidak perlu,  maka sebaiknya pelaku maksiat tersebut ditutupi (aibnya). Dengan konsekwensi, bahwa si pelaku menerima nasehat dan dakwah serta mau meninggalkan kemaksiatannya.
Dia cukup ditutupi dan (hendaknya) mempunyai inisiatif sendiri melakukan perubahan. Namun, jika ternyata membangkang dan tidak menerima nasehat, hendaklah diadukan kepada pemerintah. Dengan begitu berarti selesailah tugasnya, karena permasalahan sudah sampai pada puncaknya.
Lalu apabila kemaksiatan itu terjadi dalam komunitas yang bukan muslim, maka yang wajib yaitu berdakwah dan mau’idzah secara baik. Selain itu,  ‘perlu’ menekan fitnah yang terkadang bisa berbalik kepada kaum muslimin sendiri. Jadi tidak dengan kekerasan yang memancing pelaku kemaksiatan membalasnya dengan yang lebih keras lagi.
Yang terpenting yaitu menyebarkan Islam dengan hikmah dan nasehat secara baik kepada orang-orang yang mau menerimanya. Adapun mereka yang menolaknya maka kita serahkan kepada Allah Ta’ ala. *) *)[Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan 1/337]

AKTUALISASI INGKAR MUNGKAR

Sebenarnya mengingkari kemungkaran (inkarul munkar) dapat terealisir  (terwujud) dan membuahkan kemaslahatan (kebaikan) sepanjang sesuai dengan koridor aturan syariat Islam. Dengan kata lain, apabila ingkar mungkar tersebut berlandaskan ilmu, hikmah, kelemahlembutan, dan sabar dari segala rintangannya. Tetap berada dalam manhaj yang dijelaskan Rasululullah n , “Barangsiapa diantara kalian ada yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Seandainya begitu tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Apabila tidak mampu juga, maka ingkarilah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya keimanan……” (HR Muslim).
Bagi yang memiliki kewenangan (kedudukan) maka ia melakukan perubahan dengan tengannya. Bagi yang memiliki ilmu saja, maka pengingkaran dengan lisannya. Sedangkan yang tidak memiliki ilmu atau tidak juga wewenang, maka cukup dengan hati saja. Adapun melakukan ingkar mungkar tidak sebagaimana tertib (tahapan) seperti ini, maka sama dengan tidak memiliki keimanan. Sebagaimana dalam sabdanya,

وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ حَبَّةُ خَرْدَلٍ مِنَ اْلإِيْمَانِ

Dan untuk selain itu, berarti tidak lagi memiliki keimanan sedikitpun. (Disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan Abu Daud).  *) *)[Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan 1/339]

WEWENANG DALAM INGKAR MUNGKAR

Seorang Muslim –bagaimanapun juga- tidak bisa lepas dan meninggalkan kewajiban ingkar mungkar. Paling tidak pada tahap ‘wajib sesuai dengan tingkat kemampuannya’.
Bersabda Rasulullah Rasulullah ﷺ, (yang artinya) “Barangsiapa diantara kalian ada yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Seandainya begitu tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Apabila tidak mampu juga, maka ingkarilah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya keimanan ……” (HR Muslim)
Mereka yang memiliki wewenang dan  kekuasaan, harus melakukan perubahan dengan kekuatannya. Yang tidak memilikinya, cukup dengan lisannya. Apabila tidak mampu juga, maka cukup dengan hatinya, serta menjauhkan diri dari kemungkaran dan para pelakunya. Karena seseorang yang tidak mengingkari (kemungkaran itu) berarti dia bukan muslim.
Dalam sebuah hadits dikatakan, “Dan untuk selain itu, tidak lagi memiliki keimanan sedikitpun.”(Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Daud)
Salah satu contoh yang memiliki wewenang dan kekuatan yang bisa mengingkari kemungkaran dengan tangannya, yaitu pemilik rumah (pemimpin keluarga) atas semua orang yang ada di dalamnya.Berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ.

مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْا عَلَيْهَا وَ هُمْ أَبْنَاءُ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anakmu shalat ketika sudah berusia tujuh tahun. Pukulah mereka supaya shalat, bila sudah berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan pula tempat tidurnya masing-masing. (Kata Syaikh Al-Albani dalam Sunan Abi Daud, hasan sahih)
Berfirman Allah Ta’ala,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. (At-Tahrim : 6)

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

     Perintahkanlah keluargamu untuk menunaikan shalat dan bersabarlah atasnya. (Thaha : 132)
Semoga bermanfaat.
[ Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VI/1423H/2002M ]
Dapatkan majalah As-Sunnah di :
https://toko.majalahassunnah.net
https://www.tokopedia.com/tokomuslimammi/paket-murah-majalah-assunnah-tahun-ke-16
https://www.bukalapak.com/u/hirawanabuiyas?from=dropdown
https://shopee.co.id/product/44631709/1609774312/


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/mabhats/amar-maruf-nahi-mungkar-metode-menghadapi-kemungkaran-fatwa-kibar-ulama/